Posted by: bowbee | August 16, 2008

Kerepotan Berlanjut!


Ini adalah tulisan lanjutan dari tulisan sebelumnya ‘Ada Apa dengan Pendaftaran Brawijaya’.

Di posting sebelumnya sudah dijelaskan betapa tidak profesionalnya sistem di UB dan betapa MaBa begitu direpotkan. Disini akan lebih dijelaskan lagi betapa kerepotan itu terus berlanjut, namun kali ini sebagian besar penyebabnya adalah aku sendiri

Tulisan ini kali ini SANGAT PANJANG dan mungkin membosankan bagi mereka yang kurang hobi membaca… Tapi sebisa mungkin bacalah secara full…

Ini bermula dari sesaat setelah aku mengikuti SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) 2008…

Saat usai melaksanakan tes itu, aku kira kartu tesnya sudah tidak dipakai lagi, jadi aku tidak mempedulikan kartu itu lagi. Aku bahkan lupa menaruh kartu itu dimana… Eh, siapa sangka ternyata kartu tes itu adalah syarat paling utama diterimanya berkas registrasi…
Ya, beberapa minggu setelah tes, pengumuman keluar. Aku sudah lupa dimana keberadaan kartuku. Hari ini daftar ulang, berkas registrasi komplit, foto 4X6 udah bawa, udah foto kopi kertas SKS tiga kali, dan sudah siap mental menghadapi masalah apapun yang bakal ada lagi nantinya. Aku masuk ke ruangan pengumpulan berkas…

Seorang bapak memeriksa berkas-berkasku…
Bapak itu : ‘Kartu tesnya mana?’
Aku : ‘Umm.. hilang pak…’
Bapak itu : ‘Waduh… kaya kemarin ni kasusnya, ada cewek yang juga kehilangan, terus disuruh nyari sampai ketemu, tapi dia belum kembali juga sampai sekarang’
Aku : *nelen ludah* ‘….’
Bapak itu : ‘Gini aja, kamu ke gedung rektorat di depan sana, cari yang namanya pak S’
Aku : ‘Hmm… Kalo pake kertas ini bisa nggak pak?’ *Sambil ngeluarin dompet dari saku belakang, ngambil beberapa lembar uang lima puluh ribuan* *sambil ngeluarin kertas foto kopi formulir registrasi sebelum SNMPTN yang dulu*
Bapak itu : ‘Wah, saya nggak bisa memutuskan. Yang memutuskan pihak atas. Coba kamu kesana dulu, minta dibuatkan surat pernyataan.’
Aku : ‘OoO… ya pak, makasih, saya kesana dulu…’

Sampai di gedung rektorat, masuk ke ruangan dimana pak S berada. Ruangannya kaya ruang guru, cuman ini ada ACnya, dan TVnya disetel keras-keras. Banyak pegawai (atau dosen, aku ga tahu) sedang bekerja disitu. Hmm… Pak S ada dimana ya… Aku tanya ke seorang ibu yang terlihat agak santai.
Aku : ‘Bu, maaf, pak S nya ada?’
Ibu itu : ‘Ada perlu apa?’
Aku : ‘Mau mengurus kehilangan kartu tes…’
Ibu itu : ‘Kamu IPA atau IPS?’
Aku : ‘IPA’
Ibu itu : ‘kalo IPA ngurusnya di UIN (Universitas Islam Negeri). Kamu kesana saja, soalnya yang bagian mengurus SPMB waktu itu kan UIN. IPA juga waktu itu tesnya disitu kan?’
Aku : ‘OoO… iya bu… tapi pak S nya dimana ya?’ *aku pingin konfirmasi langsung dengan pak S*
Ibu itu : ‘Udah, nggak usah, pokoknya kamu langsung ke UIN saja.’ *Mungkin ibu ini kebawa emosi ngeliat anak ceroboh yang ngilangin kartu, jadi bicaranya gitu deh.*

Ga mungkin banget aku ke UIN tanpa tahu siapa yang harus kutemui… Haruskah aku telepon bapak… haruskah aku memanfaatkan koneksi beliau yang luar biasa banyak bahkan sudah mencapai tingkat dekan dan rektor UB? No way… Itu sama artinya aku belum cukup mandiri… Itu sama artinya aku cuma memanfaatkan orang tua demi kepentingan diri sendiri, padahal orang tua sudah cukup banyak berkorban… Tapi… Kalaupun aku ke UIN, apa yang harus kulakukan… Kalaupun aku daftar ulang besok, akan terlambat untuk mengambil kelas internasional karena pendaftaran kelas internasional itu terakhir sekarang…

Akhirnya aku memutuskan untuk menelepon bapak, sekedar bertanya apakah bapak kenal dengan pak S. ‘Pak S? Bentar ta’ carikan. Telepon ditutup. Selang beberapa menit, aku ditelepon, diberi nomor seorang dosen yang terkenal di UB, dan aku langsung menemuinya. Pak M namanya. Dengan bantuan beliau aku berhasil bertemu dengan pak S yang ternyata mejanya berada tepat di seberang ibu yang kutanyai tadi..

Dari pak S aku dibuatkan memo untuk memudahkan pembuatan surat demi mengganti kartu tes yang hilang, dan disuruh untuk pergi ke UIN, menghadap pak H. Oke, sekarang aku punya surat dan tahu siapa yang harus kutemui… Huff… ternyata pilihan yang kuambil (menelepon bapak) tidak salah…

Pending sholat Jum’at, setelah itu aku berangkat ke UIN. Tanya ke satpam, ternyata pak H ada di rektorat. Oke, aku kesana. Rektorat disitu bersih dan besar… Walau ada bau-bau asap las dan besi karena sedang ada pemasangan lift. Disitu aku terkejut. Gedungnya kosong… Cuma ada 3 tukang yang memasang lift. Kosong melompong. Aku tengok-tengok ke dalam ruangan juga kosong. Aku naik ke lantai 2, 3 dan 4 juga kosong. Ada beberapa orang di ruangan-ruangan tertentu, tapi sedikit sekali dan nggak sebanding dengan betapa besarnya gedung itu. Aku jadi ngerasa kaya di film, dimana seorang tokoh utama berada di gedung kosong yang ternyata seluruh orang sudah berubah jadi semacam zombie…

Aku baru mau keluar dari gedung itu ketika aku ketemu dengan seorang bapak. Dia bilang, ‘Oh, pak H sedang tidak ada disini, tapi biasanya pak H disini. Kalo sekarang mungkin sedang ada di Humanoria atau di gedung Lxxx (aku lupa namanya)’

Aku keluar dari gedung, tanya ke pak satpam. Udah tahu gedung yang mana, aku jalan kesana. Masuk ke gedung itu, dan lagi-lagi kosong melompong. Lebih kosong dari yang tadi. Aku keluar lagi, tanya ke satpam dan ternyata itu bukan gedung yang dimaksud… Aku ke gedung Lxxx, ternyata pintunya dikunci. Tertutup rapat. Wah wah… Akhirnya aku coba-coba sembarang gedung, mungkin ada yang tahu lokasi exact dari pak H. Aku coba 2 gedung dan semuanya hampir kosong… Akhirnya aku ke gedung Humanoria dan disana ketemu dengan bapak yang baik hati. ‘Pak H? Hmm… bentar ya saya tanyakan…’ Beliau masuk ruangan, bertanya pada seorang ibu, lalu bilang ke aku. ‘Pak H mungkin ada di rektorat’.

Sejauh ini, aku sudah menjelajahi dari ujung kampus UIN ke ujung lainnya, hanya untuk bertanya ke satpam-satpam yang bertugas di ujung-ujung, menerima mobil masuk dan melepas mobil keluar. Oleh satpam di ujung utara, aku diberitahu ciri-ciri dari Pak H. Wah, detil banget… Akhirnya aku cari lagi ke beberapa gedung. Sampe akhirnya dapet kesimpulan dari bapak baik hati kalo pak H MUNGKIN ada di rektorat.

Aku ke rektorat lagi dengan secercah harapan. Sudah 2 jam aku berjalan kaki di universitas ini. Menjelajahi gedung-gedung dan jalanan, diterpa sinar matahari siang. Mahasiswa kesusahan mencari dosen sampai harus kesana kemari di universitasnya? BIASA. Mahasiswa kesusahan mencari dosen sampai harus kesana kemari di universitas yang BUKAN universitasnya? Ini jarang sekali terjadi! Hebat bener dah, aku belum berstatus Mahasiswa UB dan aku bukan Mahasiswa UIN, dan aku sudah punya pengalaman keliling mencari orang di UIN sampe 2 jam… fiuh…

Pak H… Dimanakah engkau…? Aku masuk ke ruangan di lantai 2 rektorat yang kebetulan terbuka, dan bertanya ke seorang ibu disana. Jawabannya membuatku ingin ketawa. ‘Oh, pak H? Beliaunya lagi ke Jogja…’

2 jamku… waktuku… Akhirnya aku memutuskan pulang ke rumah. Mau tidur tenangin pikiran. Ketika di tengah perjalanan, pak M telepon. Aku cerita bahwa di UIN usahaku tidak membuahkan hasil. Beliau bilang aku disuruh langsung ke Fakultas Teknologi Pertanian. Beliau membawaku menghadap langsung ke orang penting lainnya, dan orang penting itu menuliskan sebuah surat dan akhirnya aku bisa daftar ulang…

Dalam proses daftar ulang sore itu, terjadi pertemuan tak terduga yang membuatku cukup senang juga . Dan akhirnya matahari pun terbenam…
———————————————————————-

2 Hal lagi koreksi buat Unibraw, Pertama, aku baru tahu sore itu kalo ternyata hari Sabtu, Minggu, dan Senin, pendaftaran libur… Wih… Fatal… Padahal di website ga ada pengumuman kaya gitu… Coba kalo aku memutuskan daftar Sabtu… Bakal kacau…

Kedua, promosi untuk program Internasional THP SANGAT KURANG sekali. Promosi hanya melalui surat yang ditempel di depan pintu suatu ruangan penyerahan formulir dan entah darimana lagi… Banyak MaBa yang tidak tahu. Kalau mereka tahupun itu saat mereka sudah akan mengumpulkan formulir atau dari mulut ke mulut. Jelaslah, lha pengumumannya di depan pintu pengumpulan formulir… repot…

Tapi pandanganku terhadap UB tidak semuanya pandangan yang menjelekkan. Aku tetap merasa UB itu memiliki banyak kebaikan di dalamnya. Kalaupun ada banyak kekeliruan, itu toh cuma gara-gara kesalahan beberapa orang perencana dan mungkin pihak-pihak petinggi yang ikut andil dalam sistem. AKu nggak mau menggeneralisasi UB. Yang patut disalahkan hanyalah pencanang sistem saja. Pandangan ini aku dapat ketika aku melihat betapa sopan orang-orang di UB, para karyawan yang suka bercanda dan santai, pegawai yang murah senyum, dan banyak orang baik lain di dalam UB…

Oke, back to topic… Capek bener hari itu… Tapi entah kenapa hampir nggak ada perasaan dongkol atau sebel di hati. Malahan sering muncul pikiran ‘Wah, tadi asik juga! Gedung kosong, jalanan UIN yang panas, bapak-bapak satpam yang murah senyum dan informatif, dll. Aku dpt banyak pengalaman nih!’ Walau hasil akhirnya sia-sia, tapi perjalanan tadi bener-bener worth it, entah kenapa aku merasa demikian…

I decided long ago, never to walk in anyone shadow… If I failed, if I succeed, at least I live as I believe…


Responses

  1. yupe, kesimpulan yang bijak, bob.
    kalau menghadapi sesuatu dengan senang hati, pekerjaan pun jadi mudah dan mengasyikkan.

    tapi bingung juga nih, seandainya kamu bukan anak bapakmu, lantas apa sekarang berhasil menyandang predikat MaBa UB?

    ternyata koneksi itu perlu juga koq, namanya manusia makhluk sosial.

    lagian kamu pake acara ngebuang kartu tes.
    itu emang nyawanya kaleee…

    Kalau aku bukan anak bapakku… hmmm… ya… mengerikan juga kalo membayangkannya seperti itu…
    Kalo menurutku sih, apa yang kita miliki, harus kita manfaatkan dengan baik, kalo ga gitu akan sia-sia. Mubadzir. Jadi ya… begitulah…
    Kartu tesku… udah kucari belum ketemu… Semoga tidak akan berbuntut panjang… huhu…

  2. sobat
    kau emang paling bisa 😀

    Heheh… Bisa apaan nih pak? 🙂

  3. Hehehehe
    Soal KLOP
    aku emang penggagasnya
    cuma pas Baksos yg itu aku ada kerjaan lain 😀
    sssstttttt

    Ealah. ternyata anda pendirinya… Salut deh pak…

  4. ribet begitu ya

    Sangat…

  5. waduh ndredeg….
    abis ini aku ikutan itu tu…..
    merdeka…….
    met HUT RI ke 63

    Niat ikut di Brawijaya tahun depan? Good luck aja deh, dan siapin mental…

  6. heheh… thx udah kunjung ya….
    met HUT RI KE 63

    Oke deh. Um, rasanya aneh deh kalo bilang met HUT RI ke orang lain… 🙂

  7. Cuma bisa bilang dan doakan : SUKSES AJAH DEH … 🙂

    huehehe… Yah, semoga saya bisa menjalaninya dengan succesful!

  8. sabar…tapi sabar ada batesnya!
    wkekekeke

    Ya, dan batas kesabaran itu yang menentukan orang itu sendiri, kapan dia mau lepas dari batas itu, it’s up to them. 🙂

  9. alur informasinya berbelit2, komeng untuk ibu2 yg rada jutek, dari segi CUSTOMER SERVICE ibu itu sangat tidak masuk kategori, karena menyulitkan Customer yang hanya sekedar meminta informasi seseorang, harusnya seluruh orang kudu punya skil CS karena setiap hari kita berhadapan yg namanya PELANGGAN, walaupun kita bukan seorang customer service, namun alangkah baiknya kalo kita tidak merepotkan orang lain dan berbicara dengan sopan dan apa adanya

    Ya, ya.. betul sekali itu. Betul sekali… Emang ibu itu ga punya skill customer service kali… emang dia bukan bagian public relations…

  10. wahhhh soalnya gampang enggak *garuk2 kepala
    nikmatin aja bro
    salam kenal

    Oke, salam kenal kembali.

  11. begitulah uB, emang ribet, masi mending taon2 sekarang, dulu2 malah lebih ribet,,
    jadi, tetep semangat!hehehe!

    Wah, berarti saya beruntung sekali baru masuk UB tahun ini… Tapi ya gitu, persaingan lebih ketat… Jumlah populasi remaja semakin bertambah tiap tahunnya.. betul?

  12. wah.. parah juga tuh si ibu-ibu itu.. gak ngasih pelayanan yang baik.. pecat aja kali yah..hahha..

    Ya… Tapi aku udah ga emosi kok. Kasihan ibu itu kan juga cari nafkah buat keluarga… *baik mode:ON*

  13. Wah connection does matter ya? Terutama kalo punya penyakit banyak barang ilang? Hehehe piss

    Hehe, iya, anda benar sekali! 😀

  14. Wah jadi inget masa-masa lalu, lagi repot-repotnya…

    Ha ha ha…..

    Hmm… Kalau menurut anda, baik atau burukkah masa-masa itu?

  15. kuliah neng UB ya… UB uni’bra’ itu kan :D…..heheheh peace salam kenal kos nya dimana nechhhh

    Ya… Aku ga ngekos. Masi tinggal ma famili di Malang…

  16. yaaa..ampyuun ribeet banget seeh bee?
    mreka bukannya membantu malah dipingpong getoh..uu..jadi syeebel membacanya…
    untungna daku nda kuliah di UB..:)

    Iya ribet banget… Tapi yah, ini kuanggap sebagai latihan sebagai calon mahasiswa. Soalnya ntar pasti sering cari-cari dosen..

  17. Wah, bener2x bijaksana nih. Tidak mengeneralisasi semua UB seperti itu, tapi hanya perancananan sistem saja … 🙂

    Btw, benar-benar sistem yang rumit. Universitas seharusnya memaparkan semua infonya di website … tapi sampai skrng masih aja ada yang gaptek soal pasang pengumuman di website …

    Trus sistemnya .. rumit sekali. Seharusnya ada prosedur singkat bagi mereka yang kehilangan kartu ujian. Buktinya banyak jg yg lupa naruh kartu ujiannya kan … hmmm …

    Thank you… ya menurutku emang kebiasaan generalisasi itu perlu dihilangkan… Seperti Indonesia yang dicap teroris hanya gara-gara segelintir orang… Padahal kan di Indonesia masih ada orang baik seperti aku… hehe.. 😀

    Iya.. Mengenai sistem, bener.. bener… Terutama mengumumkan tentang pentingnya kartu tes. Aku kan ga tahu kalo kartu tes itu sedemikian pentingnya…


Leave a reply to aNGga Labyrinthâ„¢ Cancel reply

Categories